Friday, November 7, 2014

11:22 PM - No comments

Revolusi Mental dan Kolom Agama



Beberapa hari ini media sibuk dengan liputan pemerintahan baru Jokowi-JK. Mulai dari gaya blusukan oleh sang Presiden yang pun juga diikuti oleh para pembantunya sampai pada isu dan pengambilan kebijakan oleh para penguasa baru negeri ini. setiap media punya gaya bahasa berbeda dalam memberitakan mereka kepada public, hal ini yang membuat penulis tertarik dalam membaca satu inti berita berulang-ulang dari media yang satu ke media lainnya.
 
Beberapa pekan setelah pelantikan santer di beberapa media diantaranya tentang Menteri “nyentrik” Susi Pudjiastuti, Isu kenaikan harga BBM Subsidi, kontroversi dana Kartu “sakti” Presiden sampai pada ide sang Mendagri Tjahjo Kumolo yang membolehkan kolom agama pada KTP dikosongkan.

Hal ini menjadi pembicaraan ramai dikalangan masyarakat, ada yang mendukung tetapi banyak juga yang menyesalkan ide tersebut. Dari beberapa pernyataan Mendagri media online menyebutkan bahwa dasar pemikiran yang melatarbelakangi keputusan tersebut adalah keinginan mengakomodir beberapa agama yang dipeluk oleh masyarakat yang belum diakui resmi oleh pemerintah.

Tetapi apakah keputusan tersebut tidak mencederai Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar Negara kita, yaitu sila pertama ketuhanan yang maha esa, selanjutnya dijabarkan juga pada pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 bahwa Negara berdasar atas ketuhanan yang maha esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing serta beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu. 

Berdasarkan aturan tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa setiap warga Negara diwajibkan untuk percaya kepada tuhan yang maha esa melalui agamanya. Karena itu apabila kolom agama dapat dikosongkan hal ini sangatlah bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945.

Sebagaian kalangan bahkan mengecam dan menyebutkan bahwa ide pengosongan kolom agama tersebut adalah sebuah pemikiran yang tidak produktif bagi kelangsungan kehidupan berbangsa di negeri ini. Lantas apakah itu salah satu bagian dari revolusi mental???

Monday, June 2, 2014

9:19 PM - No comments

Membaca Peta Kekuatan Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta



Dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Joko Widodo-Jusuf Kalla serta Prabowo Subianto-Hatta Rajasa akan saling berhadapan dalam Pemilihan Umum Presiden 9 Juli 2014.
Publik mulai mereka-reka, bagaimana peta kekuatan masing-masing pasangan dalam persaingan merebut kursi RI 1 itu.

Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dinilai banyak pihak merupakan pilihan paling realistis yang dicapai partai politik (parpol) di antara banyak opsi. Oleh karena itu, jika berbicara peta kekuatan, maka kemungkinan dua poros yang bertarung ini menguntungkan penyelenggaraan pilpres mendatang, karena peluang satu putaran menjadi mudah diwujudkan.

Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia, Muhammad Budyatna, langkah calon presiden dari PDIP, Joko Widodo (Jokowi) menggandeng Jusuf Kalla (JK) sebagai calon wakil presiden sudah tepat, sebab pasangan ini dinilai akan saling menguatkan.

"JK akan menguatkan posisi Jokowi baik di hadapan masyarakat pemilih maupun di parlemen karena kedekatan JK dengan Golkar masih kuat," kata Budyatna. Sebaliknya langkah capres dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto mengambil Ketua Umum PAN Hatta Radjasa justru agak melemahkan posisi Prabowo.
Pasalnya, Hatta itu berasal dari Muhammadiyah. Orang NU sebagian akan ke pihak Jokowi. Hatta juga menggeser suara pemilih yang menyukai Prabowo yang tegas tapi tidak menyukai Susilo Bambang Yudhoyono yang tidak tegas.

Sementara itu, pengamat politik Gun Gun Heryanto berpendapat, kelebihan Jokowi adalah yang bersangkutan memiliki daya tarik elektoral, sebab dia saat ini merupakan sosok yang paling tinggi elektabilitasnya.

"Kelebihan Jokowi lainnya, dia didukung oleh partai besar pemenang pemilu legislatif yakni PDIP. Dia juga merupakan representasi khalayak kunci dalam konfigurasi politik nasional, yakni orang Jawa. Jokowi punya kelebihan dengan stigma jujur, dan punya pengalaman dalam jabatan publik terkait dengan posisinya sebagai Walikota Solo dan Gubernur DKI Jakarta," ujarnya.

Sedangkan kelemahannya, Jokowi belum menuntaskan jabatan gubernur DKI Jakarta, sehingga akan menjadi peluang bagi pihak lawan untuk menyerangnya sebagai sosok tidak amanah menjalankan mandat kekuasaan.

Jokowi juga masih dianggap baru 'setengah matang' dalam pergulatan politik nasional, karena selama ini lebih banyak berurusan dengan persoalan-persoalan lokal.
"Kelebihan JK, dia memiliki pengalaman di birokrasi terutama saat dia menjadi wapres di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) periode pertama. JK, bisa diterima di kalangan dunia usaha, memiliki hubungan luas di berbagai kalangan, memiliki basis dukungan di kalangan Golkar. JK juga punya rekam jejak sebagai pengambil risiko dan sederhana. Itu semua bisa melengkapi Jokowi," ujarnya.

Sedangkan Prabowo menurut Gun Gun mempunyai nilai lebih pada citra ketegasan dalam memimpin. Dia punya kemampuan jejaring, memadai dalam sumber-sumber ekonomi, politik, maupun militer. Dia juga punya otoritas penuh dalam mengendalikan partai Gerindra sehingga bisa lebih taktis dalam membuat dukungan yang harus diambil dan melibatkan pihak lain.
"Kelemahan Prabowo adalah, dia masih lekat dengan stigma kasus HAM tahun 1998, dan masih diidentifikasi sebagai capres dengan karakter tempramental," katanya..

Kelebihan Hatta, dia merupakan sosok teknokratik yang punya pengalaman dalam kerja-kerja birokrasi. Dia juga bisa diterima banyak pihak, terutama komunitas-komunitas kekuatan Islam.
"Hatta, punya hubungan baik dengan AS, dan tentunya bisa melengkapi kelemahan Prabowo selama ini. Kelemahan Hatta, elektabilitasnya tidak terlalu tinggi," ujarnya.

Sementara itu Sekjen PKS Taufik Ridho yakin, dengan adanya dukungan dari enam parpol: Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, Partai Bulan Bintang dan pihak-pihak lainnya kepada pasangan Prabowo dan Hatta, dapat dipastikan Pilpres 2014 akan berlangsung satu putaran dan dimenangkan pasangan Prabowo-Hatta. Pasangan Prabowo-Hatta akhirnya mengantongi 56,07% dukungan suara dan 292 kursi di DPR setelah enam parpol secara resmi menyatakan dukungan kepada pasangan tersebut.
Bawa Kesejahteraan Dari sisi perolehan suara partai-partai pendukung, untuk sementara pasangan Prabowo-Hatta memiliki jumlah suara 48,93 persen, lebih besar ketimbang pasangan Jokowi-JK yang hanya 39,97 persen.

Begitu juga dengan perolehan kursi di parlemen. Jika terpilih, duet Prabowo-Hatta akan disokong oleh 292 anggota DPR, atau sekitar 52,1 persen dari total 560 kursi yang ada. Jumlah itu didapat dari kelima partai pendukung, minus PBB yang tidak lolos parliamentary threshold. Sedangkan pasangan Jokowi-JK hanya akan disokong 207 kursi di parlemen atau 36,96 persen.
"Insya-Allah, (persentase suara dan kursi) itu sebuah syarat cukup untuk dukungan mayoritas di parlemen jika saatnya Prabowo-Hatta mendapatkan amanah sebagai Presiden-Wapres RI," kata Sekjen DPP PPP M. Romahurmuziy.

Dengan alasan tersebut, PPP mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk memilih pemimpin sesuai kebutuhan nasional ke depan. Bangsa Indonesia, menurut dia, terlalu besar untuk diombang-ambingkan jika kepemimpinan nasional tidak tegas, tidak visioner, kurang dedikasi, dan tidak siap berkorban.
Oleh karena itu, DPP PPP menginstruksikan seluruh fungsionaris dan keluarga besar PPP di seluruh Indonesia untuk memberi dukungan penuh memenangkan dwi tunggal Prabowo-Hatta," kata Romi.

Yang mengejutkan adalah dukungan PBB ke pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Ketua Umum (Ketum) PBB MS Kaban menyatakan bahwa dukungan partainya kepada Prabowo-Hatta sudah tepat. "Orang yang mampu membangun karakter bangsa ada pada diri Prabowo-Hatta Rajasa." Menurut mantan Menteri Kehutanan itu, Prabowo dan Hatta merupakan sosok yang dibutuhkan untuk menyelesaikan segala permasalahan bangsa ini. "Prabowo adalah pemimpin yang satu kata dengan perbuatan," katanya.
Hatta Rajasa dinilai mampu menutupi kekurangan Prabowo Subianto jika nanti keduanya terpilih sebagai pemenang Pilpres 2014. Pengalaman Hatta di pemerintahan akan mampu menutup kelemahan Prabowo yang belum memiliki kemampuan dalam pemerintahan.

Dekan FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad), Arry Bainus befrpendapat, Hatta yang juga terbilang sebagai tokoh nasional akan mampu mendongkrak raihan suara Prabowo pada pilpres nanti. Sebaliknya, Prabowo punya keunggulan tersendiri yang jadi daya tarik bagi publik.
Prabowo dipandang memiliki karakter tegas karena berlatarbelakang militer. Itu akan jadi bekal untuk jadi orang nomor satu di Indonesia. Tapi ada pekerjaan rumah yang harus digarap pasangan Prabowo-Hatta jika ingin memenangkan pilpres, yaiotu menguasai suara di Pulau Jawa.

Sebab pada pileg lalu, PDIP mendominasi raihan suara di Pulau Jawa yang merupakan ladang suara terbesar untuk pemilu. Jika mampu menguasai Pulau Jawa, diyakini hal itu akan mengantar Prabowo-Hatta sebagai pemenang. "Sekarang tugas berat Prabowo-Hatta itu harus mengcounter itu semua," kata Arry.
Tentang peta kekuatan pasangan Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kalla, ia menyebut elektabilitas keduanya mengalami tren positif. "Kalau dari sisi elektabilitas, saya kira sekarang tren dua pasangan itu terus naik.  Soal sosok Jokowi, Arry menilai ia punya kemampuan dalam pemerintahan. "Dari sisi pengalaman memang dia punya pengalaman jadi gubernur, sebelumnya jadi wali kota. Tapi Jokowi masih terbilang tokoh lokal, bukan level nasional. Hal itu yang kemudian akan ditutupi JK untuk mendongkrak raihan suara.

Sementara itu pengamat politik Zulfadli Aminuddin berpendapat, melihat peta kekuatan antara Capres Jokowi versus Capres Prabowo berdasarkan dukungan partai maka Prabowo secara hitungan di atas kertas diuntungkan. Hal ini dapat kita lihat total perolehan suara partai pendukung Prabowo lebih banyak daripada Jokowi.
Namun belajar dari pemilu sebelumnya hal itu tidak berbanding lurus. Sebab memilih parpol jelas berbeda dengan memilih orang atau figur, meskipun tidak menampik bahwa peranan partai dapat mempengaruhi pemilihnya.

Tetapi, jangan lupa bahwa dinamika politik tidak sama dengan hitungan matematika, setiap kemungkinan bisa saja terjadi. Juga yang teramat penting adalah strategi dan sejauh mana kecepatan bergeraknya mesin partai untuk memenangkan pertarungan dalam pilpres mendatang.
Seperti kata pemerhati politik Siti Zuhro, dalam pilpres publik memilih figur bukan partai. Rakyat tentunya akan memilih tokoh yang mereka yakini bisa membawa negeri ini dan rakyatnya ke kehidupan yang lebih baik dan sejahtera. Bukan hanya janji-janji, tetapi perlu bukti.[ach/rm]


#RIMANEWS

Sunday, May 25, 2014

11:26 PM - 3 comments

Plus Minus Visi Misi Jokowi-JK vs Prabowo-Hatta



Duet capres dan cawapres Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa  sudah menyerahkan visi dan misi serta program aksi jika terpilih memimpin Indonesia. Visi dan misi serta program aksi tersebut disertakan dalam pendaftaran ke KPU masing-masing pada Senin (19/5) dan Selasa (20/5).

Dari visi misi inilah, kedua pasangan capres menjabarkan dalam beberapa program aksi.

Visi dan misi Prabowo-Hatta

Prabowo-Hatta mendeklarasikan visi yang sepenuh-penuhnya menjadi maksud dan tujuan dari para Pendiri Bangsa, yaitu:

Membangun Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur serta bermartabat

Dan untuk itu Prabowo-Hatta akan mengemban MISI sebagai berikut :

1. Mewujudkan Indonesia yang berdaulat, aman dan damai, bermartabat, demokratis, berperan aktif dalam perdamaian dunia, serta konsisten melaksanakan Pancasila dan UUD 45.

2. Mewujudkan Indonesia yang adil, makmur, berkerakyatan, dan percaya diri menghadapi globalisasi.

3. Mewujudkan Indonesia yang berkeadilan sosial, dengan sumber daya manusia yang berakhlak berbudaya luhur; berkualitas tinggi: sehat, cerdas, kreatif dan trampil.

Visi Misi Jokowi-JK

Untuk lima tahun kedepan, pemerintahan kami akan dipandu oleh visi sebagai berikut:

Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong.

Gotong royong merupakan intisari dari ideologi Pancasila 1 Juni 1945. Kami berkeyakinan bahwa tanggung jawab untuk membangun bangsa ke depan harus dilakukan dengan cara musyawarah dalam memutuskan dan gotong royong dalam kerja. Kekuatan rakyat adalah Gotong Royong, dimana rakyat secara bahu-membahu menyelesaikan berbagai hambatan dan tantangannya ke depan.

Kami menyadari untuk mewujudkan ideologi itu bukan kerja orang perorang ataupun kelompok. Ideologi memerlukan alat kolektif yang namanya gotong royong. Dengan kolektivitas itulah ruhideologi akan memiliki raga, keberlanjutan dan sekaligus kekuatan maha dasyat. Sedangkan kata-kata berdaulat, mandiri dan berkepribadian adalah amanat Pancasila 1 Juni 1945 dan TRISAKTI.

Berdaulat adalah hakikat dari kemerdekaan, yaitu hak setiap bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri bangsanya. Oleh karena itu, pembangunan, sebagai usaha untuk mewujudkan kedaulatan sebagai negara merdeka, merupakan upaya membangun kemandirian. Namun, kemandirian yang dimaksudkan bukanlah kemandirian dalam keterisolasian, tetapi didasarkan pada kesadaran akan adanya kondisi saling ketergantungan dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam suatu negara maupun antar-bangsa. Kemandirian yang demikian adalah paham yang proaktif dan bukan reaktif atau defensif. Bangsa yang berdaulat dan mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain. Oleh karena itu, untuk membangun kemandirian, mutlak diperlukan perkuatan kemampuan nasional di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Kemampuan untuk berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan sekaligus kemandirian.

Bangsa yang berdaulat dan mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupan sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju dengan mengandalkan pada kemampuan dan kekuatan sendiri. Oleh karena itu, untuk membangun kemandirian, mutlak harus dibangun dengan memperkuat kemampuan nasional di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Kemampuan untuk berdaya saing menjadi kunci untuk mencapai kemajuan sekaligus kemandirian. Namun demikian, kemandirian yang dimaksudkan bukanlah kemandirian dalam keterisolasian. Kemandirian mengenal adanya kondisi saling ketergantungan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam suatu negara maupun bangsa. Terlebih lagi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas ketergantungan antar bangsa semakin kuat. Kemandirian yang demikian adalah paham yang proaktif dan bukan reaktif atau defensif. Kemandirian merupakan konsep yang dinamis karena mengenali bahwa kehidupan dan kondisi saling ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasinya, perimbangannya, maupun nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhinya.

Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain, pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya; kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya; kemampuan untuk memenuhi pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang makin kokoh dan berkurangnya ketergantungan kepada sumber luar negeri; dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok, yang disertai dengan keunggulan dalam inovasi, kreativitas, intergritas, dan etos kerja sumber daya manusia. Kemajuan suatu bangsa harus ditandai dengan sumber daya manusia yang memiliki kepribadian bangsa, berakhlak mulia, dan memiliki tingkat pendidikan, produktivitas dan harapan hidup yang tinggi. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, meningkatkan pendapatan dan pembagiannya, menyediakan infrastruktur yang baik, serta memiliki sistem dan kelembagaan politik, termasuk hukum, yang berjalan dengan baik. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu memberi keadilan bagi seluruh rakyatnya, menjamin hak-hak, keamanan, dan ketenteraman warganya tanpa ada diskriminasi dalam bentuk apapun.

Kepribadian dalam kebudayaan harus dicerminkan dalam setiap aspek kehidupan, baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan. Kemandirian dan kemajuan suatu bangsa tidak boleh hanya diukur dari perkembangan ekonomi semata. Kemandirian dan kemajuan juga tercermin dalam kelembagaan, pranata-pranata, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan politik dan sosial. Secara lebih mendasar lagi, kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau sebuah bangsa mengenai jati dirinya, masyarakatnya, serta semangatnya dalam menghadapi berbagai tantangan. Karena menyangkut sikap, kemandirian pada dasarnya adalah masalah budaya dalam arti seluas-luasnya.

Upaya untuk mewujudkan Visi Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong itu akan ditempuh melalui misi sebagai berikut:

1.Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2.Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis berlandaskan Negara hukum.

3.Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

4.Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

5.Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing.

6.Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional

7.Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.


Visi dan Misi kedua capres di atas di kutif apa adanya (merdeka.com)

Pengamat LIPI Siti Zuhro mengatakan, seluruh capres dan cawapres memiliki fokus pembenahan yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Di antaranya bidang ekonomi, sosial, reformasi kelembagaan atau birokrasi, masalah pertahanan keamanan, pluralisme/keragaman dan toleransi.

Menurut Siti, visi misi yang penting diwujudkan terkait kesejahteraan rakyat. Hal tersebut, harus dijelaskan lebih rinci agar tidak terlihat normatif saja.

"Visi misi utama untuk mensejahterakan rakyat yang diwujudkan melalui berbagai bidang itu yang perlu dijabarkan secara jelas dan terukur," ujar Siti kepada merdeka.com, Kamis (22/5).

Berikut plus minus visi misi capres Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta:



1.        Soal Pendidikan


Kedua pasangan capres dan cawapres punya niatan yang sama menjalankan wajib belajar 12 tahun. Bahkan kedua capres sesumbar bakal menggratiskan seluruh biaya pendidikan tersebut.

Menurut Pengamat LIPI Siti Zuhro janji tersebut belum sesuai harapan. Menurut dia, apalagi yang dibutuhkan selain wajib belajar 12 tahun.

Dalam visi dan misi yang diserahkan ke KPU, pasangan Prabowo dan Hatta ingin meningkatkan kualitas pembangunan sosial melalui program kesehatan, sosial, gama dan kebudayaan. Salah satunya memberikan jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan rakyat terlantar.

Demi terlaksananya pemerataan dalam pelayanan publik serta pembangunan, Prabowo-Hatta juga mewajibkan para mahasiswa yang baru lulus untuk dikirim ke daerah tertinggal. Termasuk dokter yang baru lulus untuk memberikan pelayanan kesehatan di daerah miskin.


"Mewajibkan sarjana dan dokter yang baru lulus untuk mengabdi di daerah miskin dan tertinggal," tulis visi misi Prabowo-Hatta dikutip merdeka.com, Kamis (22/5).

Sementara untuk meningkatkan sumber daya manusia, pasangan Jokowi dan JK berjanji merubah sistem pendidikan. Salah satu cara dengan menghapus ujian nasional di setiap tingkatan sekolah.

"Kami tidak akan memberlakukan lagi model penyeragaman dalam sistem pendidikan nasional, termasuk di dalamnya Ujian Akhir Nasional," tulis visi misi Jokowi-JK.

Jokowi-JK juga akan memperketat proses rekrutmen para guru pengajar. Hal ini dilakukan guna menciptakan pengajar yang berkualitas.

2.        Memperkuat KPK


Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK punya niat yang sama dalam hal pemberantasan korupsi. Mereka berjanji akan memperkuat KPK demi terciptanya Indonesia yang bebas korupsi.

Pasangan Jokowi-JK dalam sembilan agenda prioritasnya berjanji serius memerangi korupsi dengan konsisten dan terpercaya.

"Kami akan mendukung keberadaan KPK, yang dalam praktik pemberantasan korupsi telah menjadi tumpuan harapan masyarakat," demikian isi visi dan misi pasangan Jokowi-JK yang diserahkan ke KPU dikutip merdeka.com, Kamis (22/5).

Sementara bagi Prabowo-Hatta memberikan janji akan memberantas semua pelaku korupsi. Terciptanya pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu.

"Mencegah dan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dengan menerapkan manajemen terbuka dan akuntabel, memperkuat KPK dengan menambah tenaga penyidik dan fasilitas penyelidikan, dan penguatan peranan KPK, kepolisian, kejaksaan dalam pemberantasan korupsi secara sinergis."

3.        Di bidang HAM
Pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa berjanji membangun pemerintahan yang melindungi rakyat, bebas korupsi dan efektif melayani. Pasangan tersebut berjanji akan menjunjung tinggi hak azasi manusia (HAM).

"Melindungi rakyat dari berbagai bentuk diskriminasi, gangguan dan ancaman, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia, sesuai dengan sila-sila Pancasila dan UUD 45," demikian ditulis dalam visi dan misi pasangan Prabowo-Hatta yang diserahkan ke KPU seperti dikutip merdeka.com, Kamis (22/5).

Seperti diketahui, Prabowo Subianto kerap dikait-kaitkan dengan kasus penculikan aktivis pada 1997-1998. Meski hal itu telah berlangsung belasan tahun lalu, kini isu tersebut kembali muncul di saat Prabowo mencalonkan diri sebagai capres bersama Hatta Rajasa.

Sementara Jokowi-JK juga berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu. Sebab kasus-kasus itu sampai saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia seperti; Kerusuhan Mei, Trisakti-Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talang Sari- Lampung, Tanjung Priok, Tragedi 1965.

"Kami berkomitmen menghapus semua bentuk impunitas di dalam sistem hukum nasional, termasuk di dalamnya merevisi UU Peradilan Militer yang pada masa lalu merupakan salah satu sumber pelanggaran HAM."

Karena itu, Jokowi berjanji akan memperjuangkan penghormatan terhadap HAM di lingkungan Negara-negara ASEAN untuk diimplementasikan sesuai kesepakatan yang sudah ditandatangani di dalam ASEAN-Charter.

4.        Kekerasan seksual pada perempuan dan anak
Kasus kekerasan seksual yang marak terjadi belakangan juga menjadi salah satu fokus capres dan cawapres di Pilpres 2014 kali ini. Baik pasangan Prabowo-Hatta juga Jokowi- JK punya cara tersendiri mengantisipasi kasus kekerasan seksual tersebut.

Bagi pasangan Prabowo dan Hatta, kasus narkoba, perdagangan manusia menjadi tindakan kriminal yang wajib dihukum dengan berat. Perlindungan bagi perempuan dan anak juga menjadi fokus untuk pasangan yang diusung oleh Partai Gerindra, PAN, Golkar, PPP, PKS dan PBB.

"Memberantas perdagangan manusia, membasmi peredaran dan penyalahgunaan narkoba dengan hukuman berat bagi pelakunya, dan memberikan perlindungan yang efektif kepada perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya dari tindakan kekerasan dan kejahatan termasuk kejahatan seksual, serta meningkatkan status Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak menuju Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak," demikian tulis Visi dan Misi Prabowo-Hatta yang diserahkan ke KPU, dikutip merdeka.com, Kamis (22/5).

Sementara untuk pasangan Jokowi-JK lebih detail menjelaskan visi dan misinya bagi perlindungan perempuan dan anak.
Salah satunya dengan melaksanakan semua UU untuk penghentian kekerasan terhadap perempuan melalui peningkatan upaya-upaya pencegahan, meningkatkan kapasitas kelembagaan, peningkatan alokasi anggaran serta mengembangkan dan menerapkan kerangka pemantauan dan evaluasi yang efektif. Segera membahas dan mengesahkan RUU kekerasan seksual.

"Kami berkomitmen menginisiasi pembuatan peraturan perundangan dan langkah-langkah perlindungan bagi semua Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja di dalam maupun di luar negeri. Memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh migran melalui: Memberikan pembatasan dan pengawasan peran swasta; Menghapus semua praktik diskriminatif terhadap buruh migran terutama buruh migran perempuan," tulis Visi Misi Jokowi-JK.

5. Kesehatan gratis
Baik Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK punya cara tersendiri dalam bidang kesehatan. Keduanya sesumbar akan memberikan berobat gratis bagi rakyat yang tidak mampu.

Namun visi dan misi ini dikritisi oleh Pengamat LIPI Siti Zuhro. Menurut dia, belum jelas implementasi dari janji-janji para capres dan cawapres itu.

"Kesehatan gratis untuk masyarakat yang kurang beruntung, akan seperti apa?" kritik Siti.

Dia berharap, agar visi misi para capres dijabarkan lebih detail. Khususnya untuk kesejahteraan rakyat.

"Intinya adalah perbaikan kualitas manusia Indonesia melalui kesejahteraan rakyat dan pembangunan bermartabat. Reformasi di level nasional dan lokal perlu ditegaskan dalam misi capres-cawapres, khususnya dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah," tegas dia.


Sumber : merdeka.com

Friday, May 23, 2014

9:36 PM - No comments

REVOLUSI MENTAL (JOKOWI) DAN PENDIDIKAN KARAKTER

  Oleh : Prabu NUsantara



Suhu politik Negara ini semakin hari semakin naik. Semua kalangan seakan ikut dalam arus politik yang sedang dihadapi oleh bangsa ini. Mulai dari pembicaraan yang sifatnya formal maupun non formal, dari diskusi yang selevel hotel berbintang sampai pada diskusi di warung kopi tema_nya satu, yakni PILPRES. Wajar saja karena beberapa bulan ke depan rakyat di negeri ini akan memilih pemimpinnya untuk 5 tahun ke depan. Nasib rakyat ada pada hasil pemilihan 9 Juli mendatang.
Media pun sibuk dengan liputan mengenai pilpres ini, dari elektronik, cetak sampai pada media-media online. Beritanya yah kalau bukan mengenai Capres atau Cawapresnya, yah para tim suksesnya. Atau paling tidak para pengamat politik dari berbagai daerah yang berkomentar mengenai peluang kemenangan para kandidiat.
Ada yang menarik dari apa yang santer diberitakan beberapa hari terakhir yang menurut saya ini sedikit menggelitik perasaan saya sebagai generasi penerus dalam dunia pendidikan. Yaah.. hal yang saya maksudkan adalah REVOLUSI MENTAL yang diangkat oleh Jokowi ke dalam konsep visi nya kedepan. Menurut dia konsep revolusi mental yang diangkatnya dalah sebuah kepedulian terhadap apa yang terjadi saat ini di Negara tercinta. Hal yang mendasar adalah mengenai karakter bangsa kita yang mulai terkikis oleh arus perubahan zaman.
Dalam sebuah wawancara oleh media cetak nasional di Makassar beberapa saat yang lalu
Jokowi mengatakan, jika karakter bangsa telah tertanam kuat, maka negara dapat maju dengan pesat. Dia mencontohkan sejumlah negara yang melakukan penguatan karakter, misalnya Jepang dan Jerman. "Mereka memiliki mental yang positif. Oleh sebab itu, berulang-ulang saya menyebut itu," ujarnya.
Tentunya hal ini adalah angin segar bagi kita yang masih peduli terhadap nasib bangsa kita kedepannya. Persoalan karakter dan mental ini merupakan hal yang sangat prinsipil menurut saya. Kita tentunya tidak bisa menutup mata bagaimana hampir setiap menit media-media menyajikan fakta dan kejadian yang begitu jauh dari karakter kita sebagai bangsa yang beradab. Ironinya lagi tingkat pelanggaran hukum yang terjadi saat ini tidak mampu lagi kita petakan. Penyebarannya hampir di setiap daerah, pelakunya pun tak mengenal batas usia.
Belum lagi kalau kita bicara mental korup yang saat ini sedang menjadi penjajah nomor satu bagi system yang ada di Negara kita. Trias Politica yang ada pun hampir semua tak mampu menahan diri untuk tidak melakukan korupsi. Yaah.. Legislatifnya, yaah Eksekutifnya, yaah Yudikatifnya.. miris rasanya.
Konsep revolusi mental ini adalah salah satu poin yang yang sangat baik demi memperbaiki kondisi bangsa yang ada saat ini. Pendidikan karakter bagi generasi muda pun adalah salah satu cara mengimplentasikan konsep tersebut. Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimilikinya. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu menjadi bangsa yang berkarakter adalah impian bangsa Indonesia.
Meskipun sudah bukan hal yang baru lagi, namun harus diakui bahwa fenomena globalisasi adalah dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh dalam tata nilai dari berbagai bangsa termasuk bangsa Indonesia. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai ancaman yang berpotensi untuk menggulung tata nilai dan tradisi bangsa kita dan menggantinya dengan tata nilai yang popular di negara asing.
Di era globalisasi yang tidak mampu menahan derasnya arus informasi dari dunia manapun, membuat generasi muda dengan mudah mengetahui dan menyerap informasi dan budaya dari negara lain, demikian sebaliknya negara manapun dapat dengan mudah mendapatkan segala bentuk informasi dan budaya dari negara kita, disinilah karakter bangsa diperlukan karena apabila karakter bangsa tidak kuat maka globalisasi akan melindas generasi muda kita. Generasi muda diharapkan dapat berperan menghadapi berbagai macam permasalahan dan persaingan di era globalisasi yang semakin ketat sekarang ini.
Untuk membentengi generasi muda khususnya pelajar agar tidak terlindas oleh arus globalisasi maka diperlukan pembangunan karakter yang kuat. Membangun karakter tidaklah segampang membalikkan telapak tangan, meskipun tidak mudah tetapi membangun karakter sangat penting, apalagi bagi generasi muda yang merupakan komponen bangsa Indonesia yang paling rentan dalam menghadapi terpaan arus globalisasi. Karena bagaimanapun juga generasi muda kita adalah cerminan karakter bangsa Indonesia. Apabila generasi muda kita tidak menjunjung tinggi nilai dan norma menurut falsafah Pancasila maka dapat dikatakan karakter bangsa kita memudar dan hilang, bila karakter suatu bangsa hilang maka tidak ada lagi nama bangsa Indonesia di peta dunia.
Ada tujuh budi utama yang mencerminkan karakter bangsa Indonesia menurut Ary Ginanjar yaitu jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil dan peduli yang harus dilandasi dengan empat pilar bangsa yaitu pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. ESQ mencanangkan Indonesia Emas 2020 yaitu bangsa yang bermoral dengan nilai tujuh budi utama dan akan menghasilkan generasi terbaik.
Sedangkan ada sekurang-kurangnya 17 nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dibangun oleh bangsa Indonesia. Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang dimaksud adalah iman, taqwa, berakhlak mulia, berilmu/berkeahlian, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong-royong, sehat, mandiri, kreatif, menghargai dan bertutur kata yang baik.
Pembangunan karakter bangsa adalah upaya sadar untuk memperbaiki, meningkatkan seluruh perilaku yang mencakup adat istiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat dan pikiran bangsa Indonesia.
Keinginan menjadi bangsa yang berkarakter sesungguhnya sudah lama tertanam pada bangsa Indonesia. Para pendiri negara menuangkan keinginan  itu dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 dengan pernyataan yang tegas, “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan  negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Para pendiri negara menyadari bahwa hanya dengan menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmurlah bangsa Indonesia menjadi bermartabat dan dihormati bangsa-bangsa lain.
Semoga saja, PILPRES mendatang akan melahirkan pemimpin yang benar-benar peduli terhadap kondisi dan relaita bangsa khususnya generasi penerusnya. Siapa pun yang terpilih adalah dia yang bertanggung jawab terhadap bangsa ini untuk 5 tahun ke depan. Dan konsep Revolusi Mental ini semoga menjadi salah satu poin bagi siapa pun dalam menjalankan pemerintahan selanjutnya, demi generasi yang lebih beradab, generasi yang tidak bermental korup.. !!! [A.M]