Saturday, May 16, 2020

12:36 AM - 2 comments

Mengukur Kepastian Pelaksanaan Pilkada



Oleh : Andang Masnur

Dikeluarkannya PERPPU Nomor 2 Tahun 2020 menjadi dasar baru pelaksanaan Pilkada setelah penundaan akibat covid 19. Ada 270 daerah di Indonesia yang telah menunda semua tahapan pelaksanaan dan begitu menunggu terbitnya Perppu tersebut. Perppu tersebut memuat pasal-pasal yang menjadi rujukan penundaan, pelaksanaan sekaligus mempertimbangkan penundaan ulang apabila wabah covid belum berakhir di tanah air. Tapi apakah Pasal 201 A ayat (2) yang menyebutkan bahwa pelaksanaan pemungutan suara digelar pada bulan Desember 2020 ini sudah pasti akan terlaksana? 

Jalan Panjang PERPPU 
Perlu untuk diketahui bahwa dengan diterbitkannya Perppu Nomor 2 sebagai pengganti ketiga atas UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota tidak serta merta membuatnya menjadi pedoman baku oleh penyelenggara Pilkada. Sejak diteken pada 4 Mei yang lalu Perppu tersebut belum bisa dikatakan berlaku. Tetapi menurut ketentuan bahwa Perppu harus mendapatkan persetujuan dari DPR RI untuk kemudian diundangkan. 

Kendalanya adalah tentang kesiapan lembaga legislatif tersebut untuk mengagendakan sidang membahas hal tersebut. Melihat agenda sidang yang dilaksanakan oleh DPR, masa sidang ke tiga telah selesai dilaksanakan. Sidang yang dilaksanakan dari tanggal 13 sampai 15 Mei menghasilkan beberapa keputusan seperti pengesahan PEPPU Nomor 1 tahun 2020 menjadi UU, usulan UU Minerba dan UU Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Dari persidangkan tersebut belum menyentuh Perppu Nomor 2 tahun 2020 ini. Sedangkan DPR telah memasuki masa reses untuk kemudian masuk dan menjadwalkan masa sidang selanjutnya nanti di tanggal 14 Juni 2020. Jika kemudian DPR baru mengagendakan pembahasan di sidang berikutnya artinya bahwa paling cepat DPR mengudangkan Perppu ini di akhir Juni. Hal tersebut dapat menghambat penyusunan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang akan dijadikan petunjuk penyelenggara di tingkat daerah dalam hal ini KPU dan jajaran dalam melaksanakan tahapan. Berikutnya yang kemudian bisa menghambat adalah adanya perbedaan pendapat di DPR yang bisa membuat dinamika persetujuan Perppu ini terhambat. Jika hal tersebut terjadi maka akan lebih menghambat kesiapan penyelenggara memulai tahapan Pilkada.

Kita belum berbicara penolakan atau adanya gugatan yudicial review yang diajukan ke MK jika Perppu ini telah diundangkan. Meskipun bisa saja terjadi tetapi masa reses dan dinamika persidangan diatas sudah cukup menghambat dimulai-lanjutkannya tahapan yang sudah dimulai sejak akhir tahun 2019 lalu dan sekarang sedang ditunda akibat covid 19.

Jika Wabah Belum Berakhir 
Pada pasal 201 A ayat (3) disebutkan bahwa "Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non alam sebagaiamana ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 A".

Artinya bahwa sifat dari penundaan yang dimaksud dalam Perppu tersebut dapat dikatakan bersifat fleksibel”. Apabila bencana non alam atau wabah yang sedang melanda dunia dan khususnya Indonesia ini berakhir. Jika tidak maka potensi penundaan akan sangat mungkin dilakukan hingga tahun depan. 

Kita kembali melihat angka yang disajikan oleh BNPB selaku satgas covid dimana per tanggal 14 Mei 2020 jumlah pasien positif yang menembus angka 16.006, sembuh 3.518 dan meninggal 1.043. Masih sangat tinggi dan terus saja bertambah dari hari ke hari. Jika kemudian kita berspekulasi tentang target pemerintah bahwa Mei ini jumlah penderita akan menurun saya kira masih sangat sulit untuk memastikannya. Sementara itu percepatan penelitian laboratorium di seluruh dunia dalam menemukan vaksin virus covid 19 ini belum juga memberikan harapan pasti. Sebab jika vaksin telah ditemukan maka covid ini hanya kana menjadi sperti penyakit biasa yang tidak akan menimbulkan efek yang begitu besar seperti ini.

Pada akhirnya tidak ada yang lebih utama pada saat sekarang ini selain keselamatan manusia. Jika memang kondisi pada periodesasi Mei hingga Juni angka penderita covid masih besar atau pun juga masih bertambah maka meninjau ulang untuk kemudian menunda hingga wabah ini benar-benar berakhir adalah hal yang paling bijak. Masih ada dua opsi penundaan yang disampaikan oleh KPU RI sebelumnya yakni tanggal 17 Maret 2021 dan tanggal 29 September 2021. Sekali lagi “salus populi suprema lex esto. (*)

Tuesday, May 12, 2020

3:01 PM - No comments

Menimbang Keselamatan Petugas Pilkada 2020

Andang Masnur (sumber: www.timesindonesia.co.id)

Optimisme pemerintah dalam mengakhiri masa pandemi covid 19 di tanah air jelas terlihat. Kebijakan yang sifatnya mengarah pada “konser kemenangan” melawan wabah ini secara berangsur mulai dikeluarkan. Penolakan pemberlakuan PSBB disebagian daerah, dibolehkannya kendaaraan umum beroperasi dan pelonggaran beraktifitas di luar rumah bagi masyarakat yang usianya dibawah 45 tahun adalah contohnya. Begitu juga terhadap keberlangsungan demokrasi dengan dikeluarkannya PERPPU Nomor 2 tahun 2020 yang merupakan pengganti ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati  dan Wali Kota.

Kita ketahui bersama sejak akhir tahun 2019 tabuh kompetisi di 270 daerah yang akan menggelar Pilkada telah dimulai. KPU selaku penyelenggara tekhnis telah memulai tahapan setidaknya sampai pada pembentukan badan adhock yakni PPK dan PPS di tingkat kecamatan dan desa/kelurahan. Sampai pada akhirnya wabah datang melanda dan semua tahapan terpaksa ditunda pelaksanaannya. Substansi dari dikeluarkannya Perppu tersebut diatas salah satunya adalah menjadwalkan pelaksanaan Pilkada yang tadinya digelar September menjadi Desember 2020. 

Penjadwalan ulang yang tertuang dalam Perppu tersebut yang menempatkan Pilkada digeser hanya tiga bulan dari jadwal sebelumnya juga saya anggap bagian dari kampanye optimisme pemerintah dalam memerangi covid 19. Pengalaman penanganan wabah di berbagai negara membagi fase kondisi menjadi 3, yaitu masa kritis, masa akhir dan masa normal. Jarak antara masa akhir dan masa normal memerlukan waktu kurang lebih 6 bulan. Nah apakah masayarakat kita terutama para petugas yang terlibat dalam pelaksanaan Pilkada ini terjamin keamanannya dari virus ini saat Pilkada digelar Desember?

Jika melihat kondisi data yang disampaikan oleh pemerintah terkait jumlah penderita positif, PDP maupun ODP tentu masih sangat besar. Ditambah lagi dengan masih munculnya klaster-klaster baru di beberapa daerah. Pandemi ini masih sangat sulit kita prediksi kapan akan benar-benar berakhir. Jika melihat persiapan pelaksanaan Pilkada pada umumnya tentu akan banyak melibatkan interaksi baik penyelenggara/petugas, peserta maupun masyarakat umum.

Logistik pilkada yang meliputi surat suara, formulir-formulir, alat kelengkapan coblos di TPS adalah logistik  yang tidak diproduksi secara mandiri di tiap KPU daerah masing-masing. Tetapi pengadaannya melibatkan perusahaan atau pabrik dengan jumlah karyawan yang tidak sedikit. Tentu saja jika belum seutuhnya aman dari penyebaran virus, perusahaan bisa saja masih meliburkan para pekerjanya. Hal ini bisa menghambat tersedianya logistik Pilkada. Hal yang sama juga berpotensi terjadi pada pendistribusian logistik yang telah diproduksi ke daerah-daerah yang menggelar Pilkada. Jika wabah belum berakhir maka logistik bisa saja terlambat tiba di daerah dan terhambat didistribusi ke TPS.

Hal lain yang patut menjadi pertimbangan menurut saya adalah keselamatan para petugas Pilkada. Ada banyak rutinitas yang akan dilaksanakan oleh mereka yang mengharuskan berinteraksi dengan orang banyak. Pendataan wajib pilih oleh petugas yang mengunjungi rumah-rumah warga. Sosialisasi pelaksanaan Pilkada yang harus massif dilaksanakan akibat adanya pergeseran tanggal dan bulan pelaksanaan. Bimbingan teknis dan pelatihan kepada para penyelenggara yang bertugas di TPS. Sampai pada hari H pelaksanaan Pilkada dan pleno rekapitulasi ditiap jenjangnya. Kesemuanya melibatkan petugas serta masyarakat secara luas dan jika wabah belum berakhir maka berpotensi menjadi sarana penyebaran virus yang baru.

Jika melihat jumlah petugas yang sakit dan meninggal dunia pada Pemilu yang lalu tentu kita semua sangat prihatin atas hal tersebut. Kita tidak menginginkan tingginya angka tersebut terulang pada pelaksanaan Pilkada kali ini akibat resiko penyebaran virus covid 19 yang belum benar-benar berakhir. 

Sebab jika menyimak informasi yang beredar, China yang terlebih dahulu mengumumkan kemenangan terhadap wabah ini masih juga menemukan kasus positif yang baru. Mengutif kata Dosen Unsrat, Ferry D. Liando bahwa ciri demokrasi adalah kompetisi, namun jangan sampai mengabaikan aspek kemanusiaan. (*) 

Penulis: Andang Masnur adalah Komisioner KPU Kab. Konawe - Sulawesi Tenggara

Monday, May 11, 2020

6:59 AM - No comments

Gelap-Terang Pelaksanaan Pilkada Diantara Wabah


Andang Masnur


Pasal 201 A Ayat (1) : "Pemungutan suara serentak sebagaimana Pasal 201 ayat (6) ditunda karena terjadi bencana non alam sebagaimana Pasal 120 ayat (1)"
 
Kepastian penundaan dan pelaksanaan Pilkada 2020 akhirnya terjawab. Senin 4 Mei Presiden meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau PERPPU Nomor 2 Tahun 2020 yang isinya tentang penundaan Pilkada. Setelah sebelumnya KPU menyodorkan opsi usulan penundaan dan kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah yang menggelar Rapat Dengar Pendapat bersama stakeholder terkait. Pada agenda RDP yang digelar April lalu tersebut membuahkan kesimpulan penundaan Pilkada akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Nampaknya apa yang telah disimpulkan dalam RDP tersebut menjadi masukan penting keluarnya Perppu. Pasal 201 Ayat 2 menyebutkan hal yang senada bahwa "Pemungutan suara yang ditunda sebagaimana ayat (1) dilaksanakan pada bulan Desember 2020". Akhirnya apa yang diresahkan oleh para penyelenggara dan pegiat pemilu tentang adanya kekosongan regulasi yang terjadi setelah KPU memutuskan menunda pelaksanaan tahapan Pilkada ini terjawab.

Tapi apakah permasalahan dianggap selesai?  Nampaknya belum. Pada ayat berikutnya ayat (3) masih dalam Pasal 201 A disebutkan "Dalam hal pemungutan suara serentak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat dilaksanakan, pemungutan suara ditunda dan dijadwalkan kembali segera setelah bencana non alam sebagaiamana ayat (1) berakhir, melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 A".

Artinya bahwa sifat dari penundaan yang dimaksud dalam Perppu tersebut dapat dikatakan bersifat fleksibel”. Apabila atau dengan ketentuan bencana non alam atau wabah yang sedang melanda dunia dan khususnya Indonesia ini berakhir. Jika tidak maka potensi penundaan akan sangat mungkin dilakukan hingga tahun depan. 

Saya tertarik dengan diksi bencana non alam berakhir pada ayat (3) Pasal 201 A diatas. Sebab indikator berakhirnya bencana non alam ini begitu banyak. Efek yang ditimbulkan akibat wabah ini mengguncang semua sendi kehidupan. Termasuk jika menyoal tentang kondisi stabilitas sosial, politik, ekonomi dan keuangan negara dan daerah tidak terkecuali 270 daerah yang menyelenggarakan Pilkada. 

Jika melihat kondisi sekarang yang sedang terjadi pemerintah masih berkutat dengan masalah kekurangan APD, rapid dan swab test, atau juga aturan dibolehkan atau tidaknya masyarakat mudik saat pandemi. Jumlah pasien terkonfirmasi positif covid 19 juga masih terus bertambah. Angka kematian pasien positif atau pun juga PDP tiap hari ada saja. Meskipun angka kesembuhan jauh lebih besar jumlahnya dari yang meninggal dunia. Tetapi jangan lupa ditiap daerah klaster-klaster terbaru juga bertambah. Artinya bahwa wabah virus ini masih sulit dikendalikan penularannya hingga hari ini. Padahal aturan PSBB disebagian daerah telah diberlakukan sejak beberapa minggu yang lalu. 

Kita kembali melihat angka yang disajikan oleh BNPB selaku satgas covid dimana per tanggal 10 Mei 2020 angka positif 14.032, PDP 29.690 dan ODP 246.847. Masih sangat tinggi dan terus saja bertambah dari hari ke hari. Jika kemudian kita berspekulasi tentang target pemerintah bahwa Mei ini jumlah penderita akan menurun saya kira masih sangat sulit untuk memastikannya. Sementara itu percepatan penelitian laboratorium di seluruh dunia dalam menemukan vaksin virus covid 19 ini belum juga memberikan harapan pasti. Sebab jika vaksin telah ditemukan maka covid ini hanya kana menjadi sperti penyakit biasa yang tidak akan menimbulkan efek yang begitu besar seperti ini.

Persiapan penyelenggaran pemungutan suara serentak oleh 270 daerah yang menggelar Pilkada 2020 ini tentu tidak sederhana. Ada banyak persiapan tekhnis yang harus dilakukan oleh penyelenggara dalam hal ini KPU dan jajarannya yang melibatkan orang banyak. Tentu saja hal ini menciptakan ruang konsolidasi dan mobilisasi orang maupun logistik antar daerah dan bahkan antar pulau. Persiapan pendataan wajib pilih oleh para PPDP, kampanye dan sosialisasi oleh peserta Pilkada, penyediaan dan sortir logistik oleh penyelenggara, sampai pada hari H pelaksanaan pemungutan hingga rekapitulasi suara. Hal tersebut bisa memicu potensi besar penyebaran virus yang baru dan menambah klaster baru. 

Dari perspektif kualitas tentu ini akan menjadi pertaruhan yang sangat besar bagi KPU. Bagaimana tidak trend positif yang dibangun oleh KPU kepada masyarakat dalam melaksanakan Pemilu 2019 dapat berjalan dengan sukses. Salah satunya adalah partisipasi yang tinggi oleh masyarakat saat Pemilu yang lalu belum tentu akan terjaga jika Pilkada digelar saat wabah masih melanda. 

Begitu juga dengan pertimbangan stabilitas ekonomi negara dan terkhusus daerah yang menggelar pemilihan. Negara dan daerah harus menyetel sedemikian rupa penganggaran demi memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak covid. Apakah anggaran untuk membiayai Pilkada masih utuh tersedia? Sebab jika melihat pelaksanaan Pemilu yang dilakukan oleh Korea Selatan ditengah pandemi tentu akan terjadi penambahan anggaran lagi. Hal ini disebabkan oleh adanya penambahan alat yang sesuai dengan protap pencegahan covid 19. 

Pada akhirnya tidak ada harapan lain bagi kita semua bahwa, tidak ada yang lebih utama selain keselamatan manusia pada saat sekarang ini. Jika memang kondisi pada periodesasi Mei hingga Juni angka penderita covid masih besar atau pun juga masih bertambah maka meninjau ulang untuk kemudian menunda hingga wabah ini benar-benar berakhir adalah hal yang paling bijak. Masih ada dua opsi penundaan yang disampaikan oleh KPU RI sebelumnya yakni tanggal 17 Maret 2021 atau menunda hingga pada tanggal 29 September 2021. Sekali lagi “salus populi suprema lex esto. Semoga negeri ini segera terbebas dari wabah virus covid 19 ini. Aamiiiinnn....

*Penulis adalah Komisioner KPU Kab. Konawe