Saturday, March 7, 2020

7:06 AM - No comments

Cerpen Populer : "GAGAL POLIGAMI"


Padahal sudah sangat sepi karena malam yang sudah larut. Mas Imam pergi begitu saja setelah bertengkar dengan istrinya Mba Tati barusan.

Awalnya semua normal saja hari ini. Tetapi setelah makan malam Mas Imam memulai pembicaraan yang serius dengan Mba Tati di ruang tengah. Mereka hanya tinggal berdua di sebuah rumah yang termasuk mewah kompleks. Sesekali ada Bu Tri yang datang membantu bersih-bersih di rumah mereka.

"Saya mau bicara sesuatu sama kamu," Mas Imam membuka pembicaraan dengan wajah yang terlihat serius tapi tegangnya tak bisa disembunyikan.

"Soal mau nikah lagi? Kalau itu lagi Mas, percuma. Saya sudah bilang tidak yah tidak. Prinsipku jelas, tidak mau dimadu," Mba Tati langsung tancap gas diawal pembicaraan.

Ternyata memang Mas Imam sudah kali keberapa meminta izin kepada istrinya untuk nikah lagi. Sebelas tahun menikah mereka tak dikaruniai anak. Hal ini yang menjadi alasan kuat Imam meminta izin istrinya menikah lagi.

"Kamu harus mengerti Ti, saya juga butuh keturunan sebagai penerus," Imam coba melembutkan hati Tati dengan menurunkan suaranya.

"Tidak Mas, bagaimana kamu harus berfikir tega seperti itu. Kita memulai semuanya dari tidak ada menjadi ada. Ingat Mas, keadaan kita diawal menikah tidak seperti ini. Kamu hanya karyawan biasa dulunya. Tapi karena aku dan keluargaku juga kamu bisa promosi dan punya jabatan bagus di kantor," Tati kembali menaikkan tensi pembicaraan.

Mas Imam yang tidak terima mendengar tentang perjalanan karirnya di hubungkan dengan bantuan dari keluarga Mba Tati langsung naik pitam.

"Kita bisa sampai sekarang ini karena kerja kerasku dan juga suport dari kamu sebagai istriku. Tidak usah menghubung-hubungkan dengan keluarga kamu," Mas Imam berdiri dari tempat duduknya lalu keluar dan masuk ke mobil.

Tati yang membaca gelagat suaminya yang memang tidak suka dengan keluarganya karena dulu sempat ditolak saat melamar karena dianggap miskin berusaha mendekati dan menahan suaminya.

Tapi Imam sudah terlampau emosi nampaknya. Mungkin karena permohonannya yang ditolak untuk kesekian kalinya. Atau juga karena kali ini Tati yang salah bicara menyinggung soal campur tangan keluarganya hingga keadaan mereka bisa seperti sekarang.

Malam itu Tati sendiri di rumah dan Imam pergi entah kemana.

***

Beberapa hari setelah pertengkaran mereka terjadi, Imam kembali ke rumah dengan ekspresi yang datar pada Tati. Begitu juga Tati yang sedikit depresi karena selama mereka menikah baru kali itu Mas Imam pergi dari rumah saat mereka bertengkar. Biasanya cek cok yang terjadi tak sampai membuat mereka seperti itu.

Tati tahu sekali bahwa Mas Imam beberapa waktu terakhir punya kenalan baik seorang perempuan bernama Novi. Dia anak seorang pemilik perusahaan mitra bisnis Mas Imam.

Imam juga kukuh dengan niatnya menikahi Novi karena alasan pernikahannya dengan Tati belum dikaruniai anak. Imam merasa bahwa dia pantas mendapatkan izin. Tapi dia juga tidak mau menceraikan Tati yang memang telah menemani perjalanan hidupnya sepuluh tahun lebih.

Begitu rumitnya sampai Imam dan Tati seperti terjebak dalam suasana yang tak menentu. Imam yang terlihat sudah matang dengan rencananya untuk menikahi Novi tetapi terhalang izin dari istrinya Tati. Begitu juga Tati yang kukuh tidak mau memberi izin karena merasa dikhianati sebab dialah selama ini yang menemani perjuangan hidup Imam.

***

Pagi itu Tati berdua dengan Bu Tri tukang bersih rumah mereka. Tati yang berada di dapur tiba-tiba mengeluh pusing kepada Bu Tri. Belum lama mengeluh tiba-tiba Tati terjatuh pingsan. Bu Tri yang panik langsung keluar mencari tetangga untuk dimintai tolong. Mereka membawa Tati ke rumah sakit untuk dirawat.

Bu Tri berusaha menghubungi Imam namun tidak juga bisa. Kata Tati, suaminya memang beberapa hari keluar kota untuk perjalanan bisnisnya.

"Jadi saya kenapa Dok," Tati bertanya setelah siuman pada dokter yang menanganinya.

"Ibu mengidap kanker rahim," ucap dokter dengan nada pelan tak ingin Tati kaget dan panik.

"Saya bisa sembuh kan Dok?" tanyaTati mencoba menenangkan diri.

"Bisa, semua penyakit pasti ada obatnya. Tapi Ibu harus menjalani kemo. Kalau Ibu kuat secepatnya kita jadwal untuk kemo pertama.

Dokter pun keluar dari kamar perawatan. Sendiri Tati terlentang di atas ranjang itu tanpa suaminya. Pikirannya mulai berkecamuk, tentang penyakitnya yang pasti tidak akan mungkin memberi keturunan pada Mas Imam. Tak terasa air matanya jatuh membasahi bantalnya.

Dia tidak lagi peduli resiko penyakit yang dideritanya. Selama ini dia berusaha dibelakang Mas Imam untuk menjalani segala macam pengobatan agar dia bisa hamil, tapi hasilnya selalu nihil. Ternyata memang ada masalah dalam rahimnya.

***

Mas Imam yang kembali setelah keluar kota mendapati istrinya yang berubah dalam menyambutnya di rumah. Tati terlihat seperti tak lagi mempermasalahkan niat suaminya menikah. Tati lebih sering mengajak Mas Imam untuk ngobrol seputar kegiatan kantor. Padahal setelah pertengkaran beberapa bulan lalu mereka seperti main kucing-kucingan di rumah. Dingin dan hampa rasanya berada dalam rumah dengan suasana seperti itu. Tapi kali ini berbeda, Mba Tati lebih hangat.

Mas Imam mulai percaya diri lagi dengan niatnya menikah lagi. Tetapi sebenarnya Mba Tati menyembunyikan hal besar. Dia tidak mau suaminya tahu kalau dia mengidap penyakit kronis. Dan kali ini telah dua kali Mba Tati menjalani kemo. Mas Imam pun tidak tahu akan hal ini.

Saking sibuknya menjalankan pekerjaannya, Mas Imam tidak sadar kalau rambut istrinya telah rontok dan sekarang plontos. Di rumah memang Tati tidak pernah melepas jilbabnya.

***

"Mas, Novi apa kabarnya?" Tati bertanya kepada Imam

Imam yang kaget dengan pertanyaan itu seakan tak percaya. Inikah sinyal bahwa Tati telah merestuinya? Begitu hal pertama yang terlintas dibenaknya.

"Dia baik, kemarin sempat ketemu di kantor ayahnya," Mas Imam mencoba menjawab dengan hati-hati.

"Mas Imam masih punya niat menikah lagi? Saya ikhlas Mas, saya kasi izin kalau Mas Imam mau nikah sama Novi," ucap Tati sambil tersenyum kepada suaminya. Pipinya terlihat semakin tirus karena pengaruh kemoterapi. Matanya makin masuk ke dalam dan bibirnya pucat. Tapi semua itu seakan luput dari perhatian Mas Imam.

Mas Imam berdiri menghampiri Mba Tati. Dipeluknya tubuh istrinya itu yang semakin ramping. Diciumi keningnya dan berbisik pada istrinya.

"Terima kasih sayang. Saya akan berusaha adil. Niatku menikahi Novi juga karena ibadah. Jika hanya sekedar syahwat, bisa saja saya nikah diam-diam dibelakangmu,"

Pecah tangis Tati dipelukan suaminya. Mas Imam yang mendengar tangis istrinya juga ikut larut dan meneteskan air mata. Tapi Imam tidak tahu bahwa tangis istrinya itu juga karena sedih penyakit yang dideritanya itu.

Andai Imam tahu bahwa berat badan istrinya itu tak lagi sama dengan yang dulu. Andai Imam jeli melihat raut wajah Tati yang pucat. Dan andai Imam sadar bahwa jilbab yang dikenakan istrinya itu terlihat sedikit longgar karena tidak ada lagi rambut panjang istrinya yang dulu biasa diikatnya.

***

Hari itu menjelang lima hari lagi pernikahan Mas Imam dan Novi akan digelar. Saat yang sama Tati harus berjibaku dengan penyakitnya. Tati yang dijadwalkan mengikuti kemo ke tiganya mendadak kritis. Terpaksa harus dilarikan ke Rumah Sakit.

Mas Imam yang sedang rapat di kantor dan sesekali mengecek persiapan pernikahannya mendapat kabar jika istrinya sedang dalam perjalanan ke Rumah Sakit. Segera dia menyusul istrinya kesana.

Sesampainya di kamar perawatan Imam seperti tidak percaya. Didapatinya seorang perempuan yang begitu mirip istrinya. Tapi yang dihadapannya ini terlihat kurus, kepalanya plontos dan begitu pucat.

Tati yang memang sedang di kamar mandi ingin mengambil wudhu hendak sholat dhuha melepas jilbabnya sesaat sebelum jatuh pingsan dan dibawa ke RS oleh Bu Tri.

Imam mendekati istrinya yang sedang terbaring kritis. Matanya mulai berkaca-kaca. Dan, tangisnya pecah saat mendekap tubuh istrinya. Dia baru sadar bahwa istrinya selama ini sedang sakit. Tangisnya semakin jadi saat tahu bahwa penyakitnya sengaja dia sembunyikan agar Imam tak terbebani.

"Sayang, kamu kenapa tidak pernah cerita? Kenapa sayang!" Imam masih saja menangis sambil memeluk istrinya.

"Mas, apa Mas Imam masih sayang sama Tati?" Tati bertanya dengan suara pelan dan terbata-bata.

"Mas sayang kamu istriku. Kenapa kamu bertanya begitu,"

"Nikahi Novi Mas" ucap Tati

Belum sempat Imam menjawab permintaan istrinya. Alat di layar ruang perawatan berbunyi. Denyut nadi Tati semakin menurun. Mas Imam panik dan berteriak memanggil dokter.

Dokter dan perawat pun berlarian menghampiri mereka. Tapi Tati seolah menolak, dia hanya ingin berdua dengan suaminya.

"Bimbing aku Mas," Tati meminta pada Imam untuk dibimbing mengucap kalimat tauhid.

Imam yang seakan tidak percaya dengan apa yang dia hadapi sekarang masih saja menangis melihat wajah istrinya.

"Mas," pinta Tati sekali lagi dengan nafas yang makin tersengal.

"Iya sayang, iya," Imam pun membimbing istrinya mengucapkan syahadat. Tiga kali Tati mengikuti ucapan suaminya lalu kemudian menutup matanya untuk selama-lamanya.

Imam seperti orang gila diruangan itu. Dipukuli dirinya sekuat mungkin. Menangis dia sejadi-jadinya. Begitu menyesal dengan apa yang baru saja terjadi. Seperti tidak percaya, Tati pergi untuk selama-lamanya.

Dia juga menyesali apa yang sudah berkali-kali dia mohonkan kepada istrinya namun ditolak tapi dia tetap memaksakan. Yang paling dia sesali adalah dia tidak sempat merawat Tati yang ternyata selama ini pura-pura tegar di hadapannya padahal dia sedang sekarat dengan penyakitnya.

#### TAMAT ####

0 comments:

Post a Comment